Sandra Dewi Dinyatakan Terlibat Korupsi Timah
iramasuara.site – Skandal korupsi yang melibatkan Harvey Moeis kini turut menyeret nama istrinya, Sandra Dewi. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat terhadap Rabu, (14/8/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan bukti aliran dana hasil korupsi yang mengalir ke rekening Sandra Dewi bersama dengan total meraih Rp 3 miliar.
JPU menyebutkan bahwa dana berikut berasal dari pihak smelter swasta yang mengusahakan menjalin kerja sama bersama dengan perusahaan BUMN, PT Timah Tbk. Harvey, yang selagi itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Timah, dianggap terima suap dalam bentuk mata uang asing, yang lantas dialihkan ke berbagai rekening, termasuk rekening Sandra Dewi.
“Terdapat empat transaksi yang dikerjakan ke rekening Harvey dalam periode 2018 sampai 2023. Salah satunya adalah transfer sebesar Rp 3 miliar ke rekening Sandra Dewi,” memahami Jaksa.
Diduga, uang berikut digunakan oleh Sandra Dewi untuk membeli barang-barang mewah, termasuk 88 tas branded dan 141 perhiasan. Jaksa termasuk menemukan bukti bahwa Sandra Dewi menaruh uang asing senilai USD 400.000 dan juga sejumlah logam mulia dalam aman deposit box di CIMB Niaga.
“Di dalam aman deposit box atas nama Sandra Dewi, terdapat uang asing lebih kurang USD 400.000, satu batang UBS gold bar seberat 3 gram, satu logam mulia fine gold seberat 100 gram, dan juga satu batang logam mulia gold bar seberat 88 gram yang disimpan dalam boks berwarna merah,” rincian Jaksa.
Harvey Moeis Didakwa Rugikan Negara Sebesar Rp300 Triliun Terkait Kasus Korupsi Timah
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah mengajukan dakwaan terhadap Harvey Moeis, perwakilan dari PT Refined Bangka Tin, yang dituduh merugikan negara sampai Rp300 triliun terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk sepanjang periode 2015-2022.
Hal ini disampaikan oleh Jaksa dalam sidang perdana Harvey Moeis di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat terhadap Rabu, 14 Agustus 2024. “Kerugian keuangan negara yang ditimbulkan meraih Rp300.003.263.938.131,14, berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di IUP PT Timah Tbk dari th. 2015 sampai 2022, yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) terhadap 28 Mei 2024,” ungkap jaksa selagi membacakan surat dakwaannya.
Dalam dakwaan tersebut, jaksa menyebutkan bahwa Harvey bersama dengan Direktur Utama Refined Bangka Tin, Suparta, dianggap meminta pembayaran dari tiga perusahaan sebagai ongkos pengamanan bersama dengan nominal antara 500 sampai 750 USD per ton. “Pembayaran ini seolah-olah dicatat sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh terdakwa HARVEY MOEIS atas nama PT Refined Bangka Tin,” tambahnya.
Harvey termasuk disebutkan sebagai penggagas kerjasama sewa alat pemrosesan untuk pengolahan timah bersama dengan sebagian perusahaan smelter swasta yang tidak punya Competent Person (CP), antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa, bekerja sama bersama dengan PT Timah Tbk.
Peran Harvey Moeis
Dia punya peran mutlak dalam menjembatani lima perusahaan berikut bersama dengan PT Timah Tbk. “Negosiasi dikerjakan bersama dengan PT Timah Tbk terkait sewa smelter swasta, dan kesepakatan harga sewa tercapai tanpa adanya belajar kelayakan yang memadai,” ungkap Jaksa. Setelah meraih kesepakatan tersebut, kelima perusahaan itu bisa menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) di bawah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Dengan diterbitkannya surat ini, mereka bisa melegalkan pembelian bijih timah dari smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah Tbk. Berdasarkan tindakan ini, mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 berkenaan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang sudah diubah bersama dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan juga Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jadi Penampung Uang Hasil Korupsi Timah
Di segi lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan bahwa Harvey berperan sebagai penampung untuk pembayaran sewa peralatan timah yang melibatkan lima perusahaan tambang. Dalam praktiknya, Harvey meminta sehingga uang yang ditransfer kepadanya gunakan mata uang asing. Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat terhadap Rabu, 14 Agustus 2024.
Jaksa menyebutkan adanya penggelembungan harga dalam penyewaan peralatan pengolahan timah, yang meraih angka fantastis Rp2,2 triliun, padahal selayaknya hanya Rp738 miliar. Kesepakatan harga yang meragukan ini melibatkan Harvey sebagai salah satu pihak. Dari kesepakatan tersebut, lima perusahaan yang dianggap sebagai perusahaan boneka dan punya afiliasi bersama dengan PT Timah Tbk, sukses memperoleh 63 juta kilogram bijih timah ilegal.
Bijih timah ini diperoleh dari kolektor ilegal, yang lantas dijual ulang kepada PT Timah Tbk. Kelima perusahaan yang terlibat adalah PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Refined Bangka Tin, dan PT Sariwiguna Binasentosa. “Dari perusahaan-perusahaan boneka milik lima smelter yang memperoleh Surat Perintah Kerja (SPK) dari PT Timah Tbk untuk melakukan pembelian dari penambang-penambang ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk, sebanyak 63.160.827,42 kg crude tin dibeli oleh PT Timah Tbk bersama dengan nilai meraih Rp11.128.036.025.519,” ungkap Jaksa dalam nota dakwaannya yang dibacakan terhadap hari yang sama.